Hakikat Zionisme:
Zionisme adalah sebuah gerakan dibentuk oleh Theodor Herzl pada 1896.
Bertujuan mengembalikan orang-orang Yahudi di seantero jagat ke Eretz
Yisrael atau Zion, nama lain untuk Yerusalem atau Tanah Israel.
Nama Zionisme berasal dari bukit Zion, sebuah bukit di Kota Yerusalem di mana pernah berdiri kuil Sulaiman. Pendukung dari gerakan ini disebut Zionis. Namun saat ini, terdapat kebingungan di antara bangsa Yahudi soal istilah Zionisme. Artinya berbeda untuk banyak orang. Alasannya lantaran faktor sejarah.
Zionisme telah menjadi gerakan dikuasai Yahudi sekuler. Herzl dan kawan-kawannya yang merupakan Yahudi campuran tidak meyakini atau mempraktikkan Torah (Taurat dalam bahasa Ibrani). Bahkan, beberapa kaum Zionis antiagama dan menilai ajaran Torah tidak sesuai konsep negara modern.
Alhasil, inti dari gagasan Zionis - bangsa Yahudi harus kembali ke Tanah Suci dan mendirikan negara - tidak saja bersifat sekuler. Kenyataannya, sejak awal gerakan Zionis mempunyai anggota dari kalangan religius.
Beberapa kaum Yahudi sekarang ini menggunakan istilah Zionisme sebagai sinonim bagi negara Israel sekuler. Mereka mendukung negara Israel meski menjadi anti-Zionis. Kelompok semacam ini hanya mengeluhkan negara Israel karena kurang religius. Mereka berharap suatu saat Israel bisa didominasi partai-partai religius.
Tapi hakikat dari Zionisme bukan seperti itu. Ini merupakan konsep di mana bangsa Yahudi harus bangkit, keluar dari pengasingan tanpa menunggu Sang Penyelamat dan mendirikan pemerintahan Yahudi di Tanah Suci. Ide ini melanggar Torah dan ditolak para rabbi dari semua generasi. Rabbi-rabbi Zionis kerap mengklaim kesimpulan itu muncul lantaran negara Israel dianggap kurang religius.
Rabbi Gedalya Lieberman dari Australia menulis Zionisme adalah fenomena rasis chauvinis dan bertolak belakang dengan ajaran Yudaisme. "Yudaisme adalah sebuah agama, bukan ras atau kebangsaan," katanya seperti dilansir truetorahjews.org.
Rabbi Agung Joel Teitelbaum hingga akhir hayatnya di New York, Amerika Serikat, mengutuk gerakan Zionis. Dia menuding enam juta orang Yahudi tewas dibantai tentara Nazi Jerman pada Perang Dunia kedua merupakan hukuman Tuhan terhadap Zionisme. "Zionisme adalah pekerjaan setan, penistaan agama," dia menegaskan.
Nama Zionisme berasal dari bukit Zion, sebuah bukit di Kota Yerusalem di mana pernah berdiri kuil Sulaiman. Pendukung dari gerakan ini disebut Zionis. Namun saat ini, terdapat kebingungan di antara bangsa Yahudi soal istilah Zionisme. Artinya berbeda untuk banyak orang. Alasannya lantaran faktor sejarah.
Zionisme telah menjadi gerakan dikuasai Yahudi sekuler. Herzl dan kawan-kawannya yang merupakan Yahudi campuran tidak meyakini atau mempraktikkan Torah (Taurat dalam bahasa Ibrani). Bahkan, beberapa kaum Zionis antiagama dan menilai ajaran Torah tidak sesuai konsep negara modern.
Alhasil, inti dari gagasan Zionis - bangsa Yahudi harus kembali ke Tanah Suci dan mendirikan negara - tidak saja bersifat sekuler. Kenyataannya, sejak awal gerakan Zionis mempunyai anggota dari kalangan religius.
Beberapa kaum Yahudi sekarang ini menggunakan istilah Zionisme sebagai sinonim bagi negara Israel sekuler. Mereka mendukung negara Israel meski menjadi anti-Zionis. Kelompok semacam ini hanya mengeluhkan negara Israel karena kurang religius. Mereka berharap suatu saat Israel bisa didominasi partai-partai religius.
Tapi hakikat dari Zionisme bukan seperti itu. Ini merupakan konsep di mana bangsa Yahudi harus bangkit, keluar dari pengasingan tanpa menunggu Sang Penyelamat dan mendirikan pemerintahan Yahudi di Tanah Suci. Ide ini melanggar Torah dan ditolak para rabbi dari semua generasi. Rabbi-rabbi Zionis kerap mengklaim kesimpulan itu muncul lantaran negara Israel dianggap kurang religius.
Rabbi Gedalya Lieberman dari Australia menulis Zionisme adalah fenomena rasis chauvinis dan bertolak belakang dengan ajaran Yudaisme. "Yudaisme adalah sebuah agama, bukan ras atau kebangsaan," katanya seperti dilansir truetorahjews.org.
Rabbi Agung Joel Teitelbaum hingga akhir hayatnya di New York, Amerika Serikat, mengutuk gerakan Zionis. Dia menuding enam juta orang Yahudi tewas dibantai tentara Nazi Jerman pada Perang Dunia kedua merupakan hukuman Tuhan terhadap Zionisme. "Zionisme adalah pekerjaan setan, penistaan agama," dia menegaskan.
Zionisme dan Anti-Semitisme:
Theodor Herzl (1860-1904) mengakui anti-Semitisme akan mempermulus
tujuan mendirikan negara bagi bangsa Yahudi. Dia menegaskan bagaimana
pun caranya, anti-Semit harus menjadi isu politik internasional.
"Anti-Semit
akan menjadi teman terpercaya kita, negara-negara (mendukung)
anti-Semit adalah sekutu kita," tulis Herzl dalam bukunya Der Judenstaat
(Negara Israel) halaman 19, seperti dilansir truetorahjews.org. Buku ini diluncurkan pada 14 Februari 1896 di Leipzig, Jerman, dan Austria.
Herzl
adalah wartawan Yahudi keturunan Austria-Hungaria. Dia dilahirkan pada 2
Mei 1860 di Past, Hungaria. Nama aslinya Benjamin Ze'ev Herzl.
Sejumlah
hasil penelitian menyebutkan imigrasi warga Yahudi ke Israel makin
meningkat di saat anti-Semit juga naik. Para pemimpin Zionis
mengkampanyekan isu itu untuk mendorong kaum Yahudi keluar dari negara
tempat tinggal mereka lantaran merasa sudah tidak aman. Anti-Semit
diperlukan untuk menjaga mayoritas Yahudi di Israel.
Inilah yang
terjadi saat rezim Adolf Hitler berkuasa di Jerman. Kongres Yahudi
Amerika pada Maret 1933 menyerukan unjuk rasa besar-besaran di Madison
Square Garden, New York, untuk memboikot semua produk asal Jerman.
Alhasil, 40 ribu orang berdemonstrasi anti-Hitler. Seruan serupa juga
disampaikan kepada seluruh kaum Yahudi sejagat untuk memboikot produk
Jerman dan menolak semua kepentingan ekonomi negara itu.
Hasilnya,
Hitler marah besar. Lantaran demo tidak berhenti, pada 28 Maret 1933,
Hitler memerintahkan memboikot semua toko dan perusahaan milik kaum
Yahudi di Jerman. Kampanye ini berhasil, warga Yahudi di negara itu
merasa tidak nyaman dan ingin keluar.
Karena itulah, masih di
tahun yang sama, pimpinan Zionis di Jerman meneken Perjanjian
Perpindahan dengan pemerintahan Hitler. Berdasarkan kesepakatan itu,
warga Yahudi dipaksa pindah ke wilayah Palestina, tempat akan menjadi
berdirinya negara Israel. Sebelum anti-Semit meningkat di Jerman, amat
sedikit kaum Yahudi bersimpati atas gerakan Zionis.
Dengan
perjanjian itu pula, Hitler mendirikan 40 kamp pelatihan bagi warga
Yahudi sebagai persiapan tinggal di Palestina. Hingga akhir 1942,
sedikitnya ada satu kamp Kibbutz telah mengibarkan calon bendera Israel.
Untuk
memastikan kaum Yahudi itu tidak lari ke negara lain, kaum Zionis tidak
segan bertindak kejam. Atas dasar pengaruh mereka pula, lima kapal
berisi pengungsi Yahudi asal Jerman ditolak masuk ke Amerika Serikat.
Mereka akhirnya dikirim kembali ke Jerman dan akhirnya dibunuh tentara
Nazi di dalam kamp gas beracun.
Prinsip keji ini dianut pula oleh
David Ben Gurion, perdana menteri pertama Israel. "Jika saya tahu bisa
menyelamatkan semua anak (Yahudi) di Jerman dengan membawa mereka ke
Inggris dan hanya setengah dari mereka dapat diungsikan ke Eretz Israel.
Saya akan mengambil pilihan kedua. Ini bukan sekadar persoalan
menyelamatkan nyawa anak-anak Yahudi, namun bagaimana memelihara sejarah
rakyat Israel," ujar Ben Gurion pada 7 Desember 1938.
Darah Yahudi di tangan Zionis:
Banyak orang boleh saja bersimpati terhadap korban Holocaust,
pembantaian oleh tentara Nazi Jerman terhadap warga Yahudi selama Perang
Dunia kedua. Konon korbannya mencapai enam juta. Namun hanya sedikit
orang tahu Zionis mendalangi pembantaian itu.
Ceritanya begini.
Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt pada 6-15 Juli 1938
menggelar konferensi the Evian buat membahas persoalan pengungsi Yahudi.
Delegasi dari the Jewish Agency diketuai oleh Golda Meir (kemudian
menjadi perdana menteri Israel pada 1970-an) menolak solusi dari Jerman.
Negara itu menawarkan US$ 250 per kepala buat orang Yahudi di Jerman
dan Austri agar pindah ke negara lain. Amerika bersama 32 negara lain
yang hadir dalam pertemuan itu akhirnya menolak pula gagasan Jerman ini.
Di
lain waktu, 1 Februari 1940, Wakil Presiden the United Jewish Appeal
Henry Montor ogah turun tangan menangani kapal bermuatan pengungsi
Yahudi di Sungai Danube, Jerman. "Palestina tidak bisa dibanjiri oleh
... orang-orang tua atau yang tidak ingin pindah ke sana," katanya
memberi alasan, seperti dilansir truetorahjews.org.
Setahun
kemudian dan pada 1942, Gestapo Jerman berniat menyelamatkan jutaan
orang Yahudi. Mereka menawarkan seluruh Yahudi di Eropa untuk transit di
Spanyol jika mereka mau meninggalkan semua kekayaan mereka di Jerman
dan Prancis. Syaratnya: tidak boleh ada yang pergi ke Palestina, semua
pengungsi Yahudi akan dikirim ke Amerika dan daerah jajahan Inggris
dengan visa diurus oleh orang Yahudi tinggal di sana, dan the Jewish
Agency bakal memberikan USD 1 ribu per keluarga setelah mereka tiba di
Spanyol.
Para pemimpin Zionis di Swiss dan Turki menyetujui
ususlan ini karena mereka paham Palestina tidak bisa dijadikan tujuan
pengungsi sebab sudah ada perjanjian antara Jerman dan mufti di
Palestina.
Namun pentolan Zionis lainnya menentang gagasan itu.
Alasan mereka: Palestina harus menjadi satu-satunya tujuan buat
pengungsi Yahudi, orang-orang Yahudi itu lebih baik menderita dan
terbunuh agar negara menang perang menyepakati berdirinya negara Israel
di wilayah Palestina, dan mereka menolak memberikan kompensasi buat para
pengungsi Yahudi itu.
Tawaran serupa dari Hungaria pada 1944
juga dtolak. Para pemimpin Zionis juga berhasil menggagalkan
penyelamatan 300 rabbi bersama keluarga mereka ke Mauritius lewat Turki.
Pada 16 Februari 1943, Rumania berencana mengevakuasi 70 ribu
pengungsi Yahudi. Prposal ini dilansir pelbagai surat kabar di New York,
Amerika Serikat. Yitzhak Greenbaum, Ketua the Rescue Committee of the
Jewish Agency dua hari kemudian berbicara di hadapan anggota Dewan
Eksekutif Zionis di Tel Aviv. "Ketika mereka menanyakan saya apakah Anda
bisa membiayai penyelamatan Yahudi di Eropa, saya bilang tidak, saya
bilang sekali lagi tidak...harus ada yang menolak rencana ini karena
membuat kegiatan Zionis bukan prioritas utama."
Sepekan
berselang, Presiden Kongres Yahudi Amerika (AJC) Stephen Wise menyatakan
penolakan terbuka soal rencana itu. Dia juga mengumumkan pihaknya tidak
bisa memberikan bantuan dana buat memuluskan penyelamatan itu. Dia juga
menolak usulan membentuk dewan penyelamat pengungsi Yahudi oleh Amerika
yang disampaikan Komite Darurat buat Menyelamaakan Orang Yahudi (ECSJP)
pada 1944.
Selama perundingan untuk mendirikan Dewan Pengungsi
Perang itu, Chaim Weizman menegaskan bagian penting dari bangsa Yahudi
sudah tinggal di Palestina, sedangkan orang-orang Yahudi di luar
Palestina tidak terlalu penting. "Satu sapi di Palestina lebih berharga
ketimbang seluruh orang Yahudi di Eropa," ujarnya.
Anggota
Kongres Amerika William Stration pada 1947 mensponsori rancangan beleid
buat memberikan visa Amerika bagi 400 ribu pengungsi Yahudi. Tapi
rancangan undang-undang ini gagal disahkan setelah sejumlah pemimpin
Zionis di negara itu menolak.
Kejadian serupa juga berlangsung
di Kanada pada 23 Februari 1956. Majelis Rendah Parlemen Kanada
menanyakan kepada Menteri Imigrasi J.W. Pickersgill, apakah bersedia
menampung pengungsi Yahudi. "Pemerintah tidak bisa melanjutkan ke arah
itu karena pemerintah Israel...tidak ingin kita melakukan itu,"
jawabnya.
Kepemimpinan Zionis pada 1972 juga berhasil
menggagalkan upaya Kongres Amerika mengizinkan masuk 20-30 ribu
pengungsi Yahudi dari Rusia. Dua organisasi bantuan Yahudi di negara
itu, Joint dan HIAS, dipaksa untuk menurunkan para pengungsi Yahudi itu
di Wina (Austria), Roma (Italia), dan kota-kota Eropa lainnya.
Semua kenyataan itu kian membuktikan Zionis mendalangi Holocaust.
Sumber : www.merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar